Minimalist Simple Shade Summer Sale Facebook Cover 5 

                                          081254001764       PA TANAH GROGOT       INSTAGRAM

 

SELAMAT DATANG DI WEBSITE PENGADILAN AGAMA TANAH GROGOT KELAS II

KDRT DAN TANTANGAN KETAHANAN KELUARGA MUSLIM DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

Ditulis oleh M. Saupil on . Posted in Pengumuman Pengadilan

Ditulis oleh M. Saupil on . Dilihat: 553Posted in Pengumuman Pengadilan

KDRT DAN TANTANGAN KETAHANAN KELUARGA MUSLIM DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

Fitriah Azis, S.H.

 ABSTRAK

 

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan permasalahan yang telah mengakar. pada realitanya, banyak yang tidak mendapatkan fungsi keluarga dalam membangun rumah tangga, hal ini karena fungsi keluarga yang harusnya memberikan kenyamanan dan ketentraman justru menjadi tekanan berupa kekerasan fisik maupun batin dari dalam keluarga atau dikenal dengan istilah KDRT. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pemahaman fungsi Keluarga pada ketahanan keluarga muslim untuk memperkecil ruang gerak terhadap Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Berdasarkan hasil pembahasan dalam makalah ini menunjukkan Pada umumnya korban yang mengalami KDRT akan meninggalkan dampak pada dirinya, baik itu dampak berupa fisik atau psikologis. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) salah satu faktor penyebabnya bahwa masyarakat Indonesia yang cenderung patriarki berpengaruh besar terhadap pembentukan sosial laki-laki dan perempuan. Akibat budaya patriarki yang menganggap laki-laki mempunyai kedudukan tinggi dan boleh melakukan apa saja pada istri, bahkan tindakan tersebut berupa kekerasan menjadi hal yang wajar dengan berkedok membimbing istri.

Kata Kunci: KDRT, Pemahaman Fungsi Keluarga, Latar Belakang Budaya.

 

 

  1. A.PENDAHULUAN

Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara orang laki-laki dan orang perempuan, dalam hal ini perkawinan merupakan perjanjian yang sakral untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, bahkan dalam pandangan masyarakat perkawinan itu bertujuan membangun, membina dan memelihara hubungan kekerabatan yang rukun dan damai, seperti yang telah diisyaratkan dalam Q.S Ar-Rum ayat 21. [1]

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Terjemahnya:

Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Q.S. Ar-Rum: 21)

Perkawinan bagi manusia bukan sekedar persetubuhan antara jenis kelamin yang berbeda, sebagai makhluk yang disempurnakan Allah, maka perkawinan mempunyai tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Dengan demikian agama Islam memandang bahwa, perkawinan merupakan basis yang baik dilakukan bagi masyarakat karena perkawinan merupakan ikatan lahir batin yang sah menurut ajaran Islam, dan merupakan perjanjian yang mana hukum adat juga berperan serta dalam penyelesaian masalah-masalah perkawinan seperti halnnya pernikahan dini atas latar belakang yang tidak lazim menurut hukum adat hingga hal ini adat menjadikan hukum untuk mengawinkan secara mendesak oleh aparat desa, yang itu mengacu kepada kesepakatan masyarakat yang tidak lepas dari unsur agama Islam. [2]

Perkawinan memiliki salah satu tujuan yaitu menjadi sarana untuk menyalurkan hasrat naluri seks, naluri seks merupakan naluri yang kuat dan keras yang selamanya menuntut adanya jalan keluar. Bila mana jalan keluar tidak dapat memuaskan, maka banyak manusia yang mengalami goncangan dan kacau serta menerobos jalan yang jahat. Dan kawin merupakan jalan alami dan biologis yang paling baik dan sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan naluri seks ini. Dengan kawin badan jadi segar, jiwa jadi tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram.

Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia saja, tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur, yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai kehidupan yang luhur.

Perkawinan tidak hanya berkaitan dengan hubungan pribadi dari pasangan yang melangsungkan perkawinan saja, perkawinan berkaitan juga dengan permasalahan agama, permasalahan sosial dan permasalahan hukum. Permasalahan agama yang menyangkut perkawinan, dapat kita lihat bahwa dalam setiap agama tentunya mempunyai ketentuan-ketentuan yang mengatur masalah perkawinan, sehingga pada prinsipnya diatur dan tunduk pada ketentuan-ketentuan dari agama yang dianut oleh pasangan yang akan melangsungkan perkawinan. Permasalahan sosial yang berkaitan dengan perkawinan, adalah merupakan cara pandang masyarakat pada umumnya mengenai pelaksanaan perkawinan, yang akan membawa dampak tertentu pada pasangan yang akan melangsungkan perkawinan dalam lingkungan masyarakatnya. Dari sudut pandang hukum, perkawinan terjadi disebabkan oleh adanya hubungan antar manusia, dari hubungan antar manusia untuk membentuk suatu ikatan pekawinan inilah menyebabkan timbulnya suatu perbuatan hukum.

Kehidupan rumah tangga tidak selamanya rukun dan damai, akan banyak beragam faktor yang menyebabkan disharmoni keluarga, yang kadang disebabkan oleh adanya faktor pisikologis, biologis, ekonomis, organisasi, bahkan perbedaan budaya serta tingkat pendidikan antara suami dan istri. Oleh karena itu prinsip-prinsip perkawinan dalam Islam merupakan suatu keharusan dan keniscayaan untuk selalu di bina sejak dini, karena bagaimanapun juga hidup berumah tangga tidak selamanya berjalan dengan mulus dari hambatan-hambatan, persoalan-persoalan muncul saling berganti dalam kehidupan rumah tangga.

Salah satu persoalan dalam rumah tangga yang sering menimbulkan permasalahan adalah terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kekerasan dalam rumah tangga ini tidak hanya dilakukan secara fisik namun juga secara psikis juga dapat disebut sebagai perilaku KDRT. Saat ini korban KDRT telah dilindungi oleh aturan KDRT di Indonesia tertuang dalam Undang-undang Nomor: 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. UU ini hadir dengan harapan dapat memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak yang ada dalam lingkup rumah tangga yang terkadang sering menjadi korban KDRT.

Meskipun UU PKDRT ini telah ada, diakui dan telah diterapkan dalam sistem hukum di Indonesia, namun tetap saja perilaku KDRT dalam rumah tangga hingga saat ini masih sering terjadi dilingkungan keluarga dan masyarakat. Kekerasan sangat erat kaitannya dengan kesenjangan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya terjadi pada seorang istri ataupun anak-anak di rumah namun juga bisa terjadi pada seorang suami.

Permasalahan keluarga saat ini menjadi perhatian banyak pihak khususnya pemerintah. Latar belakangnya adalah banyaknya kasus perceraian, KDRT, kenakalan remaja, kekerasan seksual pada anak, terorisme, dan penyalahgunaan narkoba semua berawal dari kepasifan peran keluarga dalam membangun karakter. Keluarga menjadi salah satu tumpuan pemerintah dalam mengurangi kasus-kasus yang terjadi di masyarakat termasuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Terjadinya kasus KDRT ini biasanya akibat dari perilaku keluarga yang pasif dalam perannya sebagai pembangun karakter dan pola asuh orang tua termasuk kurangnya kehangatan “bonding” antara suami istri dan juga dengan anak.

Kekerasan yang muncul biasanya berawal dari kondisi keluarga yang tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini berawal dari pemahaman yang kurang terhadap pola kehidupan rumah tangga itu sendiri. Hal yang paling berperan dengan persoalan KDRT ini adalah hukum keluarga itu sendiri. Hukum keluargalah yang sebenarnya mengambil peran yang sangat signifikan dalam kehidupan rumah tangga. Untuk menghindari terjadinya KDRT ini maka kita perlu merumuskan hukum keluarga yang memberikan jaminan kesejahteraan dalam kehidupan keluarga agar dapat terjalin ketahanan keluarga.

Ketahanan keluarga merupakan alat untuk mengukur pencapaian keluarga dalam melaksanakan peran, fungsi dan tanggung jawabnya dalam mewujudkan kesejahteraan anggota. Melalui kemampuan dalam mengelola masalah yang dihadapi berdasarkan sumber daya yang dimiliki guna memenuhi kebutuhan keluarga. Tingkat ketahanan keluarga salah satunya juga ditentukan oleh perilaku individu dan masyarakat, terutama bagi yang memiliki pengetahuan dan pemahaman. Mereka cenderung memiliki ketahanan keluarga yang baik, kuat, dan mampu bertahan dengan perubahan struktur, fungsi dan teknologi informasi dan komunikasi. [3]

Ketahanan keluarga saat ini sangat dibutuhkan dalam menekan angka permasalahan rumah tangga yang berakibat pada perceraian. Banyaknya kasus perceraian saat ini yang salah satu alasannya adalah sering terjadinya KDRT dalam rumah tangga, menunjukkan bahwa ketahanan keluarga saat ini masih sangat lemah. Jika ukuran dalam ketahanan keluarga karena kuatnya pendidikan suami istri juga tidak menjamin sebab banyak juga yang berpendidikan bercerai. Jika ukuran ketahanan keluarga karena pemahaman hukum Islam anggota keluarga yang kuat juga tidak menjamin banyak juga yang bercerai yang paham agama bahkan orang yang agamanya kuat.

Pada prinsipnya saat ini ketahanan rumah tangga keluarga muslim mendapatkan banyak tantangan dalam mempertahankannya, terutama dalam menghadapi persoalan kasus KDRT. Oleh sebab itu makalah ini bertujuan untuk membahas persoalan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan tantangan ketahanan keluarga Muslim dalam tinjauan Hukum Islam.

  1. B.PEMBAHASAN
    1. 1.Pandangan Umum Tentang KDRT
      1. Pengertian KDRT

Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah bentuk kejahatan yang terjadi didalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami kepada istri atau sebaliknya oleh istri kepada suaminya. Untuk menanggulangi kekerasan dalam rumah tangga dibuatlah Undang-Undang KDRT yang menjamin keamanan dan keadilan orang-orang yang berumah tangga. [4]

KDRT adalah setiap perbuatan yang terjadi dalam wilayah keluarga, mengakibatkan penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, seksual, psikologis, dan penerlantaran dalam rumah tangga termasuk ekonomi. KDRT ini biasanya dilakukan oleh yang berstatus superior dan mempunyai kekuasaan lebih besar dari segi fisik, ekonomi dan status sosial kepada yang berstatus inferior dalam rumah tangga, dan digunakan sebagai alat pengontrol untuk menyelesaikan masalah terhadap pasangan supaya mengikuti keinginannya. Walaupun seluruh anggota keluarga dapat menjadi korban KDRT, namun secara realita korban terbanyak adalah isteri. Karena menurut budaya patriarchal, isteri dalam keluarga berstatus inferior (lemah). [5]

Mayoritas KDRT dialami oleh istri yang dilakukan oleh suaminya karena istri merupakan objek yang lemah dan tidak berdaya, meskipun memang ada pula kekerasan yang dilakukan oleh istri kepada suaminya, seperti istrinya yang membunuh dan memutilasi suaminya sendiri. Kekerasan terhadap istri adalah bentuk kriminalitas (jarimah). Pengertian kriminalitas (jarimah) dalam islam adalah tindakan melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam dan termasuk kategori kejahatan. Adapun kejahatan dalam Islam adalah perbuatan tercela (al-qabih) yang ditetapkan oleh hukum syara’, bukan yang lain. Dengan demikian, perbuatan yang dianggap sebagai tindakan kejahatan terhadap perempuan harus distandarkan pada hukum syara’.[6]

  1. Bentuk-bentuk KDRT dan Unsur-Unsurnya dalam Hukum Islam

Banyak bentuk kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana yang nyatanyata yang dirasakan kaum perempuan atau laki-laki yang menerima perlakuan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Apabila dilihat dari bentuknya, dapat dibagi dua bentuk yaitu:

  1. Kekerasan terhadap psikis, yaitu dapat berupa kekerasan yang mengakibatkan perasaan tertekan, stres, dan munculnya penyakit di dalam hati;
  2. Kekerasan terhadap fisik, yaitu bentuk kekerasan yang secara langsung dirasakan oleh fisik, minsalnya memukul dan membunuh.
  3. Penyelesaian KDRT dalam Islam

Islam menetapkan aturan komplit soal bagaimana membangun dan memelihara rumah tangga. Demikian komplitnya, hingga tidak ada celah sedikitpun untuk menambah sesuatu agar lebih sempurna atau mengurangi yang tak perlu agar lebih baik. Tentu saja kekomplitan ini tidak berdiri sendiri, tapi berkaitan dengan pranata yang luas.

Persoalan rumah tangga dalam Islam mulai dari pra nikah yaitu apa yang perlu dipersiapkan bagi calon suami maupun calon istri, baik secara mental, spiritual dan wawasan ilmiah. Lalu bagaimana mekanisme memilih calon pasangan, tata cara memilihnya, meminangnya. Tahap berikutnya, aturan saat ini pernikahan apa syarat dan rukunnya. Apa saja yang membuat pernikahan sah secara syariat dan apa pula yang menggugurkannya. Hak dan kewajiban suami, dan sebaliknya hak dan kewajiban istri. Semua diatur secara rinci tak ada celah sedikitpun. Selanjutnya, bagaimana melewati malam pertama, doa saat pertama bersentuhan dengan istri, doa saat melakukan hubungan badan, tentang larangan-larangannya, adabnya dan sebagainya. Lalu setelah kehamilan hingga melahirkan, apa yang harus di lakukan. Bagaimana cara mensyukuri nikmat dikaruniai anak salah satunya dengan menyelenggarakan aqiqah. Kemudian setelah tumbuh menjadi anak-anak, remaja, lalu dewasa. Bagaimana hubungan yang ideal antara orang tua dengan anak, apa hak dan kewajiban masing-masing. Dan kewajiban orang tua diakhiri saat menghantarkan anaknya sampai gerbang pernikahan. Lalu lahirlah keluarga baru. Demikianlah siklus ini berjalan di tengah umat islam, dari zaman Nabi hingga zaman sekarang. [7]

Aturan yang sedemikian komplit, selain sebagai acuan konstitusi sebagai tahap-tahap pendidikan agar setiap keluarga dipastikan di bangun dengan pondasi dan cara yang benar. Jika tahap tadi dilalui setiap keluarga, peluang terjadi kekerasan dalam rumah tangga sangat kecil.

  1. 2.Kedudukan Keluarga

Kehidupan seseorang tidak akan bisa lepas dari kehidupan dalam bermasyarakat, dalam lingkup masyarakat kecil adalah keluarga terdiri menjadi dua, yaitu: pertama, keluarga kecil (nuclear family): keluarga inti adalah unit keluarga yang terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak mereka, yang kadang-kadang disebut juga sebagai conjugal family. Kedua, keluarga besar (extended family): Keluarga besar didasarkan pada hubungan darah dari sejumlah besar orang, yang meliputi orang tua, anak, kakek-nenek, paman, bibi, kemenekan, dan seterusnya. Unit keluarga ini sering disebut sebagai conguine family (berdasarkan pertalian darah)keluarga, karena disinilah permulaan kehidupan sosial seseorang berlangsung.[8]

Menurut ahli antropologi, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang terkecil yang dipunyai manusia sebagai makhluk sosial. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa keluarga merupakan satuan kekerabatan yang bertempat tinggal dan dilandasi oleh adanya kerjasama ekonomi, mempunyai fungsi untuk berkembang biak, mensosialisasikan atau mendidik anak, menolong serta melindungi yang lemah, khususnya merawat orang tua jompo.[9]

Keluarga berperan penting dalam mencetak generasi masa depan yang berkualitas dan sangat menentukan kualitas bangsa. Keluarga menjadi lingkungan pertama untuk mengenalkan cinta kasih, agama, moral, budaya dan sebagainya. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pembinaan tumbuh kembang, menanamkan nilai-nilai moral dan pembentukan kepribadian tiap individu dalam masyarakat. Terbentuknya keluarga berkualitas sangat penting untuk mendukung kualitas masa depan bangsa. Beberapa intervensi yang dapat dilakukan dalam mendukung program pembangunan keluarga, antara lain:

  1. Peningkatan akses informasi, pendidikan, penyuluhan, dan pelayanan tentang perawatan, pengasuhan dan perkembangan anak.
  2. Peningkatan kualitas remaja dan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga.
  3. Peningkatan kualitas lingkungan keluarga.
  4. 3.Peran Keluarga Dalam Islam

Dalam Islam begitu pentingnya kedudukan sebuah keluarga, ini dibuktikan bahwa keluarga adalah tempat pendidikan yang pertama dan utama. Melalui tempat tersebutlah seseorang mengetahui hak dan kewajiban sebagai hamba yang mempunyai tugas mengabdi kepada sang Khaliq. Pernikahan berorientasi membentuk keluarga sakinah, yang berlandaskan cinta dan kasih sayang, Fungsi hidup dan kehidupan seseorang, demikian pula interaksi dengan individu lain, senantiasa berada dalam fakta keluarga.

Sebuah keluarga adalah tempat dimana pondasi nilai-nilai agama diajarkan oleh kedua orangtua dan anggota keluarga lainnya kepada seorang anak. peran keluarga dalam Islam antara lain:

  1. Dibangun dengan pondasi pernikahan syar’i

Keluarga dalam Islam merupakan rumah tangga yang dibangun dari suatu pernikahan antara seorang pria dan wanita yang dilaksanakan sesuai syariat agama Islam yang memenuhi syarat pernikahan dan rukun nikah yang ada. “Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya, ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs.Ar-Ruum : 21)

  1. Keharmonisan dalam rumah tangga

Memiliki keluarga yang harmonis dan sesuai dengan ajaran agama Islam adalah dambaan setiap muslim dan untuk mewujudkannya ada beberapa cara menjaga keharmonisan dalam rumah tangga tersebut. Keluarga sakinah, mawaddah warahmah yang berarti keluarga yang penuh kasih sayang, cinta dan ketenteraman dibangun diatas nilai-nilai Islam dan berawal dari pernikahan yang hanya mengharap ridha Allah SWT. “Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al-Furqan: 74)

  1. Menanamkan ajaran Islam

Meskipun tidak semua muslim mendapatkan keislamannya dari keluarga yang melahirkannya, tetap saja keluarga adalah tempat pertama dimana seorang anak belajar tentang agama islam. Dalam sebuah keluarga, suami istri yang menikah akan menjalankan dan membangun rumah tangga dengan ajaran agama Islam dan hal tersebut juga akan diajarkan pada anak-anaknya. Dari sebuah keluarga, seorang anak akan melihat bagaimana orangtuanya shalat, berpuasa, membaca Al Qur’an dan lain sebagainya. Sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah akan senantiasa menanamkan iman dan membentuk anak-anaknya menjadi pribadi dengan akhlak dan budi pekerti yang baik terutama saat bergaul dalam masyarakat (baca cara meningkatkan akhlak terpuji dan pergaulan dalam Islam).

  1. Memberikan rasa tenang

Keluarga adalah orang terdekat bagi setiap manusia dan tempat mencurahkan segala isi hati maupun masalah. Keluarga juga merupakan tempat berkeluh kesah bagi setiap anggotanya karena hanya keluargalah yang ada dan senantiasa memberikan perhatian kepada setiap orang meskipun keadaan keluarga setiap orang berbeda-beda. Dalam Al Qur’an sendiri disebutkan bahwa keluarga yang sakinah adalah keluarga yang dipenuhi dengan ketenteraman dan ketenangan hati.

  1. Menjaga dari siksa api neraka

Telah disebutkan sebelumnya bahwa keluarga adalah tempat dimana nilai-nilai dan ajaran agama Islam diajarkan untuk pertama kali dan dalam keluarga juga, orangtua serta anak-anaknya akan menjaga satu sama lain dari perbuatan maksiat dan saling mengingatkan. (baca cara mendidik anak dalam Islam) seperti yang disebutkan dalam QS At Tahrim ayat 6 bahwa seorang muslim harus menjaga dirinya dan keluarganya dari perbuatan dosa dan siksa api neraka.

  1. Menjaga kemuliaan dan wibawa manusia

Menjaga nama baik keluarga adalah tugas setiap manusia karena saat manusia berbuat kesalahan maka hal tersebut juga tidak hanya ditimpakan pada dirinya melainkan juga kepada keluarganya. Memiliki sebuah keluarga membuat seseorang bertanggung jawab tidak hanya pada dirinya tetapi juga kepada keluarganya.

  1. 4.Ketahanan Keluarga Dalam Tinjauan Hukum Islam

Keluarga dibangun dari beberapa komponen yang menopongnya, Kontruksipun harus disiapkan untuk menunjang kekuatan dan kekokohan pada bangunan keluarga. Dalam Islam begitu pentingnya kedudukan sebuah keluarga, ini dibuktikan bahwa keluarga adalah tempat pendidikan yang pertama dan utama. Melalui tempat tersebutlah seseorang mengetahui hak dan kewajiban sebagai hamba yang mempunyai tugas mengabdi kepada sang Khaliq. Pernikahan berorientasi membentuk keluarga sakinah, yang berlandaskan cinta dan kasih sayang. [10] Fungsi hidup dan kehidupan seseorang, demikian pula interaksi dengan individu lain senantiasa berada dalam fakta keluarga. Kebanyakan penggunaannya dalam arti al-Aqdu. Asal arti nikah adalah al-aqdu kemudian diartikan al-Jima’: bercampur.

Sementara yang dimaksud dengan ketahanan keluarga adalah kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan, serta mengandung kemampuan fisik-material dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri, mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dan meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin. Ketahanan keluarga merupakan kemampuan keluarga untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki keluarga dalam mencapai kemandirian dan kesejahteraan keluarga. Pola ketahanan keluarga yang baik dan optimal menjadikan keluarga lebih siap dan kuat dalam menyelesaikan masalah dan kesulitan yang dihadapi. Perlu dihadirkan kecintaan, kebaikan, serta keberkahan di dalamnya agar terjalin keharmonisan.[11]

Kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar juga kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi antar individu yang harmonis dan sejahtera secara fisik maupun psikis. Berdasarkan The International Family Strengths Model[12] ketahanan keluarga terdiri dari enam kriteria, antara lain; 1) Apresiasi dan afeksi; 2) Komunikasi positif; 3) Komitmen terhadap keluarga; 4) Kenyamanan saat menghabiskan waktu bersama; 5) Kesejahteraan mental yang didasari oleh spiritualitas; dan 6) Kemampuan anggota keluarga untuk mengatasi stres dan krisis atau permasalahan secara efektif.

Dalam perjalanannya kehidupan rumah tangga tidak selamanya rukun dan damai, akan banyak beragam faktor yang menyebabkan permasalahan dalam rumah tangga, salah satu masalah rumah tangga yang sering terjadi di lingkungan keluarga adalah masalah KDRT. KDRT menjadi salah satu pemicu retaknya hubungan rumah tangga, dan menjadi salah satu alasan terjadinya perceraian bahkan dapat menjadi alasan utama. Secara hukum Islam perilaku KDRT memang tidak dibenarkan karena akan merusak tatanan kehidupan berumah tangga, dalam Islam kekerasan dapat dilakukan kepada seorang istri dalam rangka melakukan pembinaan pada saat suami sudah menyampaikan secara lisan namun tetap tidak didengarkan. Itupun kekerasan dalam Islam hanya berupa pukulan lembut yang tidak menyakiti badan istri.

Dari beberapa riwayat, ternyata benar bahwa Nabi SAW sendiri secara pribadi tidaklah menyukai memukul istri, bahkan istri disuruh membalas. Hal itu bisa dimaklumi, karena beliau sendiri beristri sampai Sembilan orang, tidak lah pernah memukul istri-istrinya meskipun dengan cara menjentik salah seorang dari mereka.

Ada kebolehan memukul jika sudah sangat diperlukan, tetapi orang baik-baik dan berbudi tinggi akan berupaya agar memukul dapat dielakkan dan dihindari. Dan tidaklah benar sama sekali bila memukul itu sama sekali tidak diperbolehkan, karena laki-laki sudah diakui Allah sebagai seorang pemimpin.

Sikap Nabi sendiri, beliau kurang senang jika ada orang mempergunakan kesempatan memukul itu. Dan beliau tidak pernah memukul istri-istrinya. Maka pihak perempuan wajib pula berusaha dengan budi bahasanya, agar jika suaminya mengajarinya jangan sampai dengan memukul. Mengutip penjelasan Ar-Razi dalam tafsirnya, bahwa melakukan pengajaran terhadap istri tersebut hendaklah dengan cara bertingkat. Mulanya diajari dengan baik-baik, tingkat kedua barulah memisah tidur, dan tingkat ketiga barulah memukul. Tidak boleh dimulai dengan memukul terlebih dahulu. [13]

Oleh karena itu prinsip-prinsip perkawinan dalam Islam merupakan suatu keharusan dan keniscayaan untuk selalu di bina sejak dini, karena bagaimanapun juga hidup berumah tangga tidak selamanya berjalan dengan mulus dari hambatan-hambatan, persoalan-persoalan muncul saling berganti dalam kehidupan rumah tangga. Prinsip ketahanan keluarga saat ini dapat menjadi filterisasi untuk mengurangi persoalan rumah tangga khususnya terhadap tindakan KDRT, agar rumah tangga masih dapat dipertahankan.

Ketahanan keluarga menyangkut kemampuan individu atau keluarga untuk memanfaatkan potensinya untuk menghadapi tantangan hidup, termasuk kemampuan untuk mengembalikan fungsi-fungsi keluarga seperti semula dalam menghadapi tantangan dan krisis. Ketahanan keluarga (family strengths atau family resilience) merupakan suatu konsep holistik yang merangkai alur pemikiran suatu sistem, mulai dari kualitas ketahanan sumberdaya dan strategi koping. Ketahanan keluarga (Family Resilience) merupakan proses dinamis dalam keluarga untuk melakukan adaptasi positif terhadap bahaya dari luar dan dari dalam keluarga.

Keluarga juga menghadapi gangguan/ancaman dari berbagai aspek baik sosial, ekonomi maupun lingkungan alam dapat menimbulkan kerapuhan keluarga pada berbagai aspek, seperti sosial, ekonomi dan lingkungan. Adapun jenis-jenis ancaman/kerapuhan (vulnerability) adalah:

  1. Kerapuhan aspek ekonomi (economic vulnerability) yang merupakan tekanan makro termasuk tekanan ekonomi keluarga terhadap produksi, distribusi dan konsumsi ekonomi keluarga.
  2. Kerapuhan aspek lingkungan (environmental vulnerability) yang merupakan tekanan dari luar yang berasal dari sistem ekologi sumberdaya alam (natural eco systems).
  3. Kerapuhan aspek sosial (social vulnerability) yang merupakan tekanan dari luar yang berhubungan dengan stabilitas sosial dan masalah sosial masyarakat.[14]

Adapun menurut Amini Mukti yang disebut dengan keluarga yang kuat dan sukses ketahanan keluarga tinjauan hukum Islam adalah sebagai berikut:

  1. Kuat dalam aspek kesehatan, indikatornya adalah keluarga merasa sehat secara fisik, mental, emosional dan spiritual yang maksimal.
  2. Kuat dalam aspek ekonomi, indikatornya adalah keluarga memiliki sumberdaya ekonomi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (a living wage) melalui kesempatan bekerja, kepemilikan aset dalam jumlah tertentu dan sebagainya.
  3. Kuat dalam kehidupan keluarga yang sehat, indikatornya adalah bagaimana keluarga terampil dalam mengelola resiko, kesempatan, konflik dan pengasuhan untuk mencapai kepuasan hidup.
  4. Kuat dalam aspek pendidikan, indikatornya adalah kesiapan anak untuk belajar di rumah dan sekolah sampai mencapai tingkat pendidikan yang diinginkan dengan keterlibatan dan dukungan peran orang tua hingga anak mencapai kesuksesan.
  5. Kuat dalam aspek kehidupan bermasyarakat, indikatornya adalah jika keluarga memiliki dukungan seimbang antara yang bersifat formal ataupun informal dari anggota lain dalam masyarakatnya, seperti hubungan pro-sosial antar anggota masyarakat, dukungan teman, keluarga dan sebagainya.
  6. Kuat dalam menyikapi perbedaan budaya dalam masyarakat melalui keterampilan interaksi personal dengan berbagai budaya.[15]
  7. C.Kesimpulan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan perbuatan yang sering terjadi dalam wilayah keluarga, mengakibatkan penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, seksual, psikologis, dan penerlantaran dalam rumah tangga termasuk ekonomi. KDRT ini biasanya dilakukan oleh yang berstatus superior dan mempunyai kekuasaan lebih besar dari segi fisik, ekonomi dan status sosial kepada yang berstatus inferior dalam rumah tangga, dan digunakan sebagai alat pengontrol untuk menyelesaikan masalah terhadap pasangan supaya mengikuti keinginannya. Walaupun seluruh anggota keluarga dapat menjadi korban KDRT, namun secara realita korban terbanyak adalah isteri.

Dalam tinjauan hukum Islam tidak ada satu riwayat pun yang membenarkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, kekerasan dapat dilakukan hanya dalam batasan tertentu bukan untuk menyakiti namun berupa teguran setelah ditegur dengan lisan dan dengan tingkah laku tetap tidak mempan maka menegur dengan cara memukul dibolehkan tetapi bukan dengan tujuan untuk menyakiti.

Melihat persoalan KDRT yang masih saja sering terjadi di Masyarakat atau dalam lingkungan keluarga, maka konsep ketahanan keluarga diupayakan akan dapat menjadi salah satu solusi agar keluarga dapat terhindarkan dari tindakan KDRT yang akan memicu terjadinya perceraian bahkan bisa saja akan menjadi persoalan yang berujung pada tindak pidana. Ketahanan keluarga dalam Hukum Islam terdapat beberapa kriteria yaitu; 1) Kuat dalam aspek kesehatan, 2) Kuat dalam aspek ekonomi, 3) Kuat dalam kehidupan keluarga yang sehat, 4) Kuat dalam aspek pendidikan, 5) Kuat dalam aspek kehidupan bermasyarakat, dan 6) Kuat dalam menyikapi perbedaan budaya dalam masyarakat. Jika semua aspek ini dapat terpenuhi dalam keluarga maka persoalan rumah tangga dapat lebih mudah dihindari dan akan kecil kemungkinan terjadinya KDRT.

DAFTAR PUSTAKA

 

Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan di Indonesia, Antara Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Pranada Media Group, 2006).

Abu Malik Kamal, Fiqih Sunnah Wanita, (diterjemahkan oleh Ghozi. M), Cet. I, (Bandung: Cordoba Internasional Indonesia, 2016).

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 200).

https://muslim.okezone.com/read/2024/03/24/614/2243100/3-pilar-menjaga-ketahanan-keluarga-menurut-ajaran-Islam.

Imam Sudiyat, Asas-Asas Hukum Adat Bekal Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1991).

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bogor: Unit Percetakan Al-Quran, 2017).

Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011).

Maulida Wita, “Unsur-Unsur Kekerasan dalam Rumah Tangga”, Skripsi Mahasiswi Jurusan SPH Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry, (Banda Aceh: TTPA 2009).

Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Kathir, (Jakarta: Gema Insani, 1999).

Olson, D., DeFrain, J., & Skogrand, Marriages And Families: Intimacy, Diversity, And Strengths. (Mc Graw Hill, 2010).

Placentum Jurnal Ilmiah: Kesehatan dan Aplikasinya, Vol.7 (2) Tahun 2019.

Saptosih Ismiati, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Deeppublish, 2020).

Soelaeman, M.I., Pendidikan Dalam Keluarga; Buku 1 Keluarga: Pengertian Dasar, (Bandung: Alfabeta, 1994).

Seieun, & Chang, S. J., Concept analysis: Family resilience. (Journal of Nursing, 4, 2004), h. 980- 990.

Wahyu Ms, Ilmu Sosial Dasar, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986).

 


[1] Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bogor: Unit Percetakan Al-Quran, 2017).

[2] Imam Sudiyat, Asas-Asas Hukum Adat Bekal Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1991), h. 1-2.

[3]Placentum Jurnal Ilmiah: Kesehatan dan Aplikasinya, Vol.7 (2) Tahun 2019.

[4]Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), h. 363.

[5]Saptosih Ismiati, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Deeppublish, 2020), h. 4.

[6]Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), h. 363.  

[7]Maulida Wita, “Unsur-Unsur Kekerasan dalam Rumah Tangga”, Skripsi Mahasiswi Jurusan SPH Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry, (Banda Aceh: TTPA 2009), h. 46.  

[8]Soelaeman, M.I., Pendidikan Dalam Keluarga; Buku 1 Keluarga: Pengertian Dasar, (Bandung: Alfabeta, 1994), h. 123.

[9]Wahyu Ms, Ilmu Sosial Dasar, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), h. 57.

[10] Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 200), h. 7.

[11]ttps://muslim.okezone.com/read/2024/03/24/614/2243100/3-pilar-menjaga-ketahanan-keluarga-menurut-ajaran-Islam.

[12]Olson, D., DeFrain, J., & Skogrand, Marriages And Families: Intimacy, Diversity, And Strengths. (Mc Graw Hill, 2010).

[13]Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Kathir, (Jakarta: Gema Insani, 1999).

[14]Seieun, & Chang, S. J., Concept analysis: Family resilience. (Journal of Nursing, 4, 2004), h. 980- 990.

[15]ttps://muslim.okezone.com/read/2024/03/24/614/2243100/3-pilar-menjaga-ketahanan-keluarga-menurut-ajaran-Islam.

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Tanah Grogot

Jl. Kesuma Bangsa KM.05

Telp: 0543-22091

Email :

pAlamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Email Tabayun : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

Chat dengan Kami